Filosofi Bisnis Orang Jepang

Filosofi Bisnis Orang Jepang
Sekali tercoreng muka kita dalam bisnis di Jepang, citra buruk akan terus melekat seterusnya di mata konsumen Jepang. Tidak ada kesempatan kedua kali. Begitulah filosofi bisnis di Jepang.

Apabila tahun 1993/1994 dalam satu tahun berganti tiga Perdana Menteri di Jepang, lalu tahun 2006/2007 berganti tiga Menteri Pertanian. Bahkan 28 Mei 2007, Menteri Pertanian Toshikatsu Matsuoka bunuh diri. 
Kemudian Menteri Pertanian lain, Takehiko Endo,  mengundurkan diri setelah seminggu diangkat menjadi menteri. Kasusnya terjadi bermula di tahun 1999 saat dia sebagai   Ketua Asosiasi Petani Yonezawa, propinsi Yamagata, menerima uang  secara ilegal senilai 1,15 juta yen (sekitar 115 juta rupiah). Kasus inilah membuatnya mengundurkan diri. Jadi menteri memang harus benar-benar bersih di Jepang.

Kasus tersebut menunjukkan betapa besar tanggungjawab orang Jepang terhadap rakyatnya. Hal serupa dilakukan perusahaan swasta Jepang. Berbagai kasus muncul di perusahaan swasta Jepang. Presiden Direktur tak lama mengundurkan diri, sebagai puncak pimpinan perusahaan, walaupun yang melakukan kesalahan adalah stafnya.

Hal seperti ini mesti dimengerti orang Indonesia. Contoh mudah, pesanan barang dari Indonesia sudah janji, misalkan kirim pakai pos udara tanggal 1 Februari 2013 maka akan tiba di Tokyo 8 Februari 2013 (katakan paling lambat satu minggu). Maka tanggal 11 Fenruari 2013 hari Senin barang sudah harus bisa dijual ke masyarakat di Tokyo.

Janji kepada konsumen di Jepang pasti dikatakan tanggal 11 Februari 2013 sudah dapat dibeli di tokonya. Apabila barang terlambat dikirimkan dari Indonesia, sampai Tokyo juga terlambat. Barang tak bisa dijual tanggal tersebut dan pemilik toko akan dicap pembohong. Konsumen sudah pasti tak akan datang lagi, karena sekali tercoreng muka kita dalam bisnis di Jepang, citra buruk akan terus melekat seterusnya di mata konsumen Jepang. Tidak ada kesempatan kedua kali. Begitulah filosofi bisnis di Jepang.

Inilah kelemahan bisnis dengan Indonesia. Seringkali keterlambatan pengiriman, biasanya kemudian menyalahkan pihak ketiga, pos jelek, jasa pengiriman terlambat datang dan sebagainya. Padahal sesungguhnya kita sendiri yang memang terlambat menyiapkan barang sehingga jadwal pengiriman pun jadi terlambat.

Itu satu hal sederhana. Satu lagi yang fatal adalah kualitas produk. Pesanan pertama biasanya baik. Setelah kedua ketiga dan seterusnya, tambah lama kualitas tambah buruk. Kembali, menyalahkan pihak ketiga, misalnya staf kita ada yang ke luar, cuaca hujan terus sehingga kualitas jadi jelek, dan sebagainya.

Yang bernama janji, baik lewat mulut atau hitam putih di atas kertas, merupakan harga mati di Jepang. Tak peduli apa pun alasannya, kalau sudah janji akan dikirimkan tanggal 1 Februari ya harus tanggal 1 Februari dikirimkan.

Namun pengusaha bisnis Indonesia bertambah pintar, kini sering mengatakan, “Mudah-mudahan”. Hal ini tidak bisa diterima bagi pengusaha Jepang. Yang ada hanyalah kepastian. Tapi di Indonesia kini yang banyak terjadi adalah ketidakpastian. Jelas tak bisa berbisnis dengan orang yang tidak dapat menyampaikan kepastian bisnis.

Memang berat dan rewel berbisnis dengan orang Jepang. Tetapi bisnis dengan mereka untuk jangka panjang, bukan hanya sekarang saja, bukan hit and run seperti dilakukan pengusaha negara lain.

Karena bisnis Jepang dilakukan untuk jangka panjang. Di dalam memutuskan bisnis,  pengusaha Jepang selalu lama. Banyak pertimbangan dan banyak berpikir, melihat baik buruk dan sebagainya. Bukan hanya soal uang tetapi dampak yang akan terjadi kalau melakukan hubungan bisnis dengan si A atau si B dan sebagainya. Pemikiran atas dampak tersebut bukan hanya bagi dirinya, tetapi lebih kepada masyarakat konsumennya yang selama ini membeli barang Perusahaan Jepang itu.

Inilah bagian dari budaya bisnis Jepang, keteguhan janji, serta tanggungjawab yang besar dalam melakukan apa pun di bidang bisnis. Sekali mengucapkan harga, katakanlah 10 ribu rupiah, salah mengucap, seharusnya 100 ribu rupiah, salah ucap itu tak dapat ditarik lagi dan kita harus siap merugi Rp 90 ribu.
Tidak ada kira-kira, semua harus penuh kepastian. Kita mau demikian tapi pihak lain misalnya pengantaran semua pakai kira-kira, bagaimana? Itulah resiko kita berbisnis, harus hitung jauh-jauh, lihat semua resiko yang mungkin terjadi, lalu putuskan dan sampaikan tanggal sekian pasti sudah sampai di Tokyo. Kalau ternyata datang lebih dulu dari yang direncanakan, tidak masalah. Tetapi kalau datang terlambat inilah yang membuat kesal pengusaha Jepang.
Repot memang. Karena itu jagalah dengan baik dan berhati-hatilah dengan mulut dan janji kita selalu. Hal ini sangat penting dalam berbisnis dengan orang Jepang.
 
Sumber:
Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang

Postingan populer dari blog ini

Bebas, hidup merdeka! tidak terbebani dengan tanggung jawab

Group Belajar Akuaponik Indonesia